JUAL BELI PERALATAN PHOTOGRAPHY DI BALI

Otonan Wayanyasa


Otonan Wayanyasa selalu ddiadakan atau dilaksanakan walau hanya dengan banten yang tidak besar. Otonan Wayanyasa jatuh pada Anggara Umanis Kuningan empat hari sebelum Hari Raya Kuningan di peringati. Pada Otonan ke-25 ini jatuh pada Selasa,02 April 2013 yang dilaksanakan di kamar diaturkan oleh Istri tercinta Luh Widya.

Nunas tirta di merajan oleh Luh Widya menandakan Upacara otonan kali ini akan segera digelar. Upacara Otonan bermakna sebagai puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi atas segala berkah yang diberikan, dan juga terdapat kepercayaan bahwa pada saat upacara Otonan itu, Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Dumadi (“roh dari orang yang Otonan”) akan hadir dan diberikan ucapan syukur atas karunianya.

Otonan atau Ngotonin, yang merupakan peringatan hari kelahiran berdasarkan satu tahun wuku, yakni: 6 (enam) bulan kali 35 hari = 210 hari. Jatuhnya Otonan akan bertepatan sama persis dengan; Sapta Wara, Panca Wara, dan Wuku yang sama. Misalnya orang yang lahir pada hari Minggu, Keliwon Pujut, selalu otonannya akan diperingati pada hari yang sama persis seperti itu yang datangnya setiap enam bulan sekali (210 hari).


Peringatan dua kali dalam setahun ini diharapkan memiliki filosopi hidup bahwa umat manusia lebih sering untuk bersyukur terhadap apa yang telah diraihnya, lebih dapat meningkatkan tingkat kedewasaannya dalam berfikir, berucap, dan berbuat yang berlandaskan dharma/ kebaikan sesuai dengan ajaran Tri Kaya Parisudha.

Menghaturkan banten atau sesajen yang berupa Prayascita, Parurubayan, Jajanganan, Tataban, Peras, Lis, Banten pesaksi ke bale agung (Ajuman), Sajen turun tanah dan Sajen kumara serta membangkitkan empat saudara dari Wayanyasa atau yang dikenal dengan istilah Kanda-Pat, diantaranya : Ari-ari, Lamas, Getih, Yeh Nyom, yang dimana hal ini kanda pat dari Wayanyasa bernama C**t**!melambaikan tangan oleh Istri Tercincah merupakan rangkaian upacara otonan sebelum melakukan panca sembah.


Setelah semua prosesi dilakukan tiba waktunya untuk melakukan persembahyangan dengan melakukan panca sembah. Berlanjut natab banten, diakhiri dengan “nyuun tulung” yang berisikan komponen banten otonan seperti nasi, lauk ayam, dll dimakan oleh Wayanyasa. Dan sebagai akhir rentetan upacara ini, banten penyeneng yang sudah ditatab, diletakkan berdekatan dengan tempat tidur Wayanyasa minimal 3 hari lamanya.

Nunas tirta dan dipakaikan gelang dari benang putih yang di ikat di pergelangan tangan kanan Wayanyasa oleh Luh Widya. Sambil melingkarkan gelang benang dipergelangan tangan Wayanyasa, Luh Widya sambil membisikan dengan pengantar doa : “Ne cening magelang benang, apang ma uwat kawat ma balung besi” (Ini kamu memakai gelang benang, supaya ber otot kawat dan bertulang besi).

Ada dua makna yang dapat dipetik dari simbolis memakai gelang benang adalah pertama dilihat dari sifat bendanya dan kedua dari makna ucapannya. Dari sifat bendanya benang dapat dilihat sebagai berikut :


1. Benang memiliki konotasi beneng dalam bahasa Bali berarti lurus, karena benang sering dipergunakan sebagai sepat membuat lurus sesuatu yang diukur. Agar hati selalu di jalan yang lurus/benar.
2. Benang memiliki sifat lentur dan tidak mudah putus sebagai simbol kelenturan hati yang otonan dan tidak mudah patah semangat.

Sedangkan dari ucapannya doa tersebut memiliki makna pengharapan agar menjadi kuat seperti memiliki kekuatannya baja atau besi. Disamping kuat dalam arti fisik seperti kuat tulang atau ototnya tetapi juga kuat tekadnya, kuat keyakinannya terhadap Tuhan dan kebenaran, kuat dalam menghadapi segala tantangan hidup sebab hidup ini bagaikan usaha menyeberangi samudra yang luas. Bermacam rintangan ada di dalamnya, tak terkecuali cobaan hebat yang sering dapat membuat orang putus asa karena kurang kuat hatinya.

Dengan harapan semua dalam keadaan sehat, bahagia serta damai upacara otonan Wayanyasa kali ini ditutup dengan parama santhi, Om Shanthi, Shanthi, Shanthi Om! Rahayu, Rahayu, Rahayu....