JUAL BELI PERALATAN PHOTOGRAPHY DI BALI

Waspada Cedera Kepala

foto by Wayan yasa
CEDERA kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama di kalangan usia produktif dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. penyebab cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas, disusul dengan jatuh (terutama pada anak-anak) khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah.

Cedera kepala adalah trauma mekanik pada daerah kulit kepala, tulang tenggorokan atau otak yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen. Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah di atas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut. Perkembangan ekonomi dan industri di negara berkembang seperti indonesia, memberikan dampak frekuensi cedera kepala cenderung semakin meningkat.

Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai hal. Untuk kegunaan praktis, tiga jenis klasifikasi akan sangat berguna, yaitu berdasar mekanisme, tingkat beratnya cedera kepala serta berdasar morfologi.

Berdasarkan mekanisme dapat dibagi 2, yaitu cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul dan cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau pukulan benda tumpul. Berdasarkan beratnya dibagi menjadi 3 berdasarkan skala koma Glasgow yaitu Ringan (skor 14-15), Sedang (skor 9-13), Berat (skor 3-8). Berdasarkan morfologinya dibagi menjadi fraktura tengkorak (kalvaria dan dasar tengkorak) dan lesi intrakranial.

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi-seselarasi gerakan kepala. Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primes dalam hitungan detik, menit, jan dan hari, berupa pendarahan, edema otak, kerusakan neuron, berkelanjutan, iskemia (kematian sel otak), peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.

Kasus cedera kepala dapat dijumpai dalam berbagai tingkat kegawatdaruratan, mulai dari yang tidak bersifat gawat darurat, memiliki resiko keselamatan serius, sampai yang bersifat sangat fatal. Setelah mengalami cedera kepala, pasien berisiko mengalami cedera yang sama dan berulang 2-3 kali lipat. Hal ini disebabkan perhatian pasien berkurang, reaksi lebih lambat (lebih impulsif), dan sulit mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Cedera kepala berulang ini mengakibatkan kerusakan otak yang lebih besar.



KOMPLIKASI
Setidaknya ada tujuh hal yang harus diperhatikan sebagai komplikasi cedera kepala. Pertama, terjadi kejang pascatrauma. Ini salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10%, terjadi pada awal cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-25% (7 hari setelah trauma). Beberapa faktor resikonya adalah trauma penetrasi (trauma tusuk), pendarahan dan gegar otak. Sekitar 17% pasien cedera kepala berat mengalami gangguan kejang-kejang dalam dua tahun pertama pascatrauma.

Kedua, yaitu demam dan menggigil, yang akan meningkatkan kebutuhan metabolisme dan memperburuk outcame. Hal ini sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi, dan efek sentral.

Ketika, hidrosefalus, yang dapat terjadi karena adanya sumbatan yang mengganggu aliran cairan otak. Gejala klinisnya ditandai dengan muntah, nyeri kepala, dimensi (pikun), ataksia (gangguan keseimbangan), dan gangguan kencing.

Keempat, spastisitas, yaitu peningkatan fungsi tonus yang tergantung dari kecepatan gerakan. Akan terlihat sebagai kekakuan, terutama di otot-otot anggota gerak atas (lengan) atau bawah (tungkai).

Kelima, agitasi pascacedera kepala. Sepertiga pasien akan mengalaminya pada stadium awal dalam bentuk delirium (bingung), agresi, akatisia (kegelisahan motorik, salah satu gejalanya penderita tidak dapat tenang, selalu menggoyangkan tungkai dan kaki terus menerus saat duduk maupun berdiri), disinhibisi, dan emosi labil.

Keenam, gangguan penasaran, tingkah laku, dan fungsi luhur dan tingkah laku lebih menonjol dari pada gangguan fisik setelah cedera kepala dalan jangka lama.

Penelitian William (2001) terhadap 215 penderita cedera kepala menunjukan, pada pasien-pasien cedera kepala sedang dengan komplikasi terdapat gangguan fungsi neurosikiatri (kejiwaan) setelah enam bulan. Ini dipengaruhi lamanya koma, lama amnesia pascatrauma, area kerusakan cedera pada otak, makanisme cedera, dan umur.

Ketujuh, sindroma post kontusio, yang merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera kepala. Dalam hal ini, 80 persen kasus terjadi pada satu bulan pertama, 30 persen pada tiga bulan pertama dan 15 persen pada tahun pertama. Gejala-gejala somatik yang dialami antara lain nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo, mual, mudah lelah, serta senditif terhadap suara dan cahaya. Depresi mayor dan minor ditemukan pada 40-50 persen kasus cedera kepala. Faktor resiko depresi pascacedera kepala adalah wanita, bobot cedera kepala, keribadian premorbid (sebelum kejadian), dan gangguan tingkah laku.

Walaupun saat itu telah diperiksa dan tidak ditemukan indikasi bahwa cedera kepala anda serius, namun gejala-gejala baru dan komlikasi yang tidak terduga bisa muncul beberapa hari setelah cedera. Dua puluh empat jam pertama adalah waktu yang kritis dan anda harus tinggal bersama keluarga atau kerabat dekat. Bila timbul gejala seperti berikut, anda harus segera kembali ke rumah sakit atau menghubungi dokter.

Gejala tersebut antara lain: Mengantuk berat atau sulit dibangunkan (penderita harus dibangunkan setiap 2 jam selama periode tidur), mual dan muntah, kejang, pendaran atau keluar cairan dari hidung atau telinga, kelemahan atau rasa baal pada lengan atau tungkai, bingung atau perubahan tingkah laku, salah satu pupil mata (bagian mata yang gelap) lebih besar dari yang lain, gerakan-gerakan aneh bola mata, melihat dobel atau gangguan penglihatan lain, denyut nadi yang sangat cepat, atau pola nafas yang tidak biasa.

Bila timbul pembengkakan pada tempat cedera, letakan kantung es diatas selembar kain/handuk pada kulit tempat cedera. Bila pembengkakan semakin hebat walau telah dibantu dengan kantung es, segera hubungi dokter. Anda boleh makan dan minum tidak diperbolehkan minum minuman alkohol sedikit 3 hari setelah cedera. Jangan minum obat tidur atau obat penghilang nyeri yang lebih kuat dari Acetaminophen sedikitnya 24 jam setelah cedera. Jangan minum obat mengandung aspirin. dr.I Nyoman Mardika